Selasa, 21 Januari 2014

Goldblatt Clamp

Hari ini dibuat bingung oleh bahan dr. Murtono. Sudah banyak, bahasa inggris pula, sial :'(
Terus ketemu kata Goldblatt Clamp 1. Apa pula ini???????


Papilloedema

I.PENDAHULUAN1

Mata merupakan salah satu panca indera yang penting bagi kehidupan kita sehari-hari. Suatu pengurangan fungsi indera penglihatan bahkan suatu kebutaan akan menyebabkan kerugian yang tidak ternilai besarnya bagi seorang penderita. Sehingga suatu gangguan penglihatan yang datangnya secara mendadak akan selalu mendorong penderita untuk segera memeriksakan matanya kepada seorang dokter. Sebab gangguan penglihatan yang mendadak sangat banyak. Bilamana ditinjau dari lamanya terjadi gangguan penglihatan, maka didapatkan gangguan penglihatan yang lama dan ganggu-an penglihatan yang bersifat hanya sebentar saja. Mengenai keadaan terakhir ini, sering penderita datang untuk memeriksakan dirinya kepada seorang dokter saraf karena biasanya disertai dengan kelainan dalam berjalan (ataxia) atau sakit kepala. Salah satu sebab timbulnya gangguan penglihatan mendadak dan berlangsung hanya sebentar ialah Papilloedema, Papilitis,dan Neuritisretrobulbar. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai papilledema.1

II. ISI
II.1. Definisi
Papiledema (choked disk) adalah kongesti non inflamasi diskus optikus yang berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranium. Papiledema akan terjadi pada setiap keadaan yang menimbulkan peningkatan tekanan intrakranium persisten.Beberapa istilah yang dapat diterangkan sama dengan papilloedema ialah menurut GRAEFE , (1860) dimana beliau menggunakan istilah "Stauungs oedema"pada pembengkakan diskus optikus dengan eievasi melebihi 2 Dioptri. Sedang PA RSON (1908) menggunakan istilah "Papilloedema" pada kasus-kasus dengan pembengkakan diskus optikus dengan elevasi lebih dari 2 Dioptri dan proses ini berhubungan dengan kenaikan tekanan intra kranial. Akhirnya istilah "Choked disc" sering dipakai untuk menerangkan bahwa terjadi papilloedema yang berat dan disebakan oleh tekanan intra kranial yang meningkat.3

II.2. Anatomi
Nervus Optikus adalah saraf yang membawa rangsang dari retina menuju otak. Diskus optikus (papilla N. Opticus) merupakan bagian dari nervus optikus yang terdapat intra okuler dimana dapat dilihat dengan pemeriksaan Ophthalmoscopy. Saraf optik terdiri dari kurang lebih 1 juta akson dari sel-sel ganglion di retina, dibungkus oleh 3 lapisan :
  • Piameter
  • Arakhnoid
  • Duramater
N. Optikus mempunyai panjang sekitar 50 mm. Adapun bagian-bagian dari Nervus Optikus itu adalah sebagai berikut :
  • Bagian intra okuler sepanjang 0,70 mm = papil
  • Bagian intra orbita sepanjang 33 mm = antara bola mata dan foramen optik
  • Bagian intra kanalikuler sepanjang 6 mm
  • Bagian intra kranial sepanjang 10,00 mm = antara foramen optik dan khiasma optikum1
Nervus Optikus ini muncul dari belakang bola mata (orbita) melalui lubang pada sclera dengan diameter sekitar 1,50 mm. Sedang letak dari pada diskus optikusnya berada sekitar 0,3 mm di bawah dan 1,0 mm disebelah nasal fovea sentralis.
Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa jenis serabut saraf, yaitu saraf penglihat dan serabut pupilomotor. Kelainan saraf optik menggambarkan gangguan yang diakibatkan tekanan langsung atau tidak langsung terhadap saraf optik ataupun perubahan toksik dan anoksik yang mempengaruhi penyaluran aliran listrik. 3

II.3. Etiologi 1,4
 Penyebab papiledema secara umum dapat dibagi menjadi :
(i) Kenaikan Tekanan Intra Kranial :
Tumor otak, terutama yang letaknya infra tentorial seperti : tumor serebrum, abses, hematom subdura, malformasi arteriovena, tumor cerebellum (otak kecil), tumor pada ventrikel ke-IV, tumor pada fossa cranii anterior dan medius, craniopharyngioma, dan lain-lain.
(ii) Pseudo Tumor Cerebri :
Thrombosis vena intra kranial, gangguan endokrin seperti : Addison’s disease, Cushings disease; abses otak, perdarahan sud arakhnoid atau perdarahan subdural, hydrocephallus.
(iii) Penyakit-Penyakit Pada Orbita :
Tumor dari nervus optikus, thyroid ophthalmopathy.
(iv) Penyakit-Penyakit Pada Mata :
Glaukoma akut, uveitis.
(v) Penyakit-Penyakit Sistemik :
Hipertensi maligna, blood dyscrasia, anemia dan pulmonary insufficiency, uremia

II.4. Patofisiologi
Agar papiledema dapat terjadi, maka ruang subaraknoid di sekitar saraf optikus harus paten dan berhubungan dengan saraf optikus retrolaminar melalui kanalis optikus tulang ke ruang subaraknoid intrakranium, sehingga peningkatan tekanan intrakranium dapat disalurkan ke saraf optikus retrolaminar. Di sana transpor aksonal lambat dan cepat terhambat, dan terjadi distensi akson sebagai tanda awal papil edema. Hiperemia diskus, pelebaran telengietasia kapiler permukaan, pengaburan batas diskus periapilar, dan hilangnya denyut vena spontan terjadi kemudian. Edema di sekitar diskus dapat menyebabkan penurunan sensitivitas terhadap isopter-isopter kecil pada pemeriksaan lapang pandang, tetapi akhirnya akan menjadi jelas lipatan-lipatan retina sirkumferensial disertai perubahan pada refleks membran pembatas internal (garis paton) sewaktu retina terdorong menjauhi diskus yang terjepit; sewaktu retina terdorong, bintik buta juga akan meluas terhadap isopter besar pada pemeriksaan lapang pandang. Papiledema yang telah terbentuk sempurna akan disertai edema peripapiler, lipatan koroid, perdarahan, dan bercak-bercak cotton wool.2
Papil edema dapat terjadi apabila terdapat hipotoni okular dan tekanan intrakranial normal, karena untuk keadaan ini, tekanan intrakranium akan tampak inggi relatif terhadap rendahnya tekanan di dalam bola mata. Papiledema dapat berkaitan dengan penurunan penglihatan akut setelah dekompresi intrakranium mendadak atau penurunan perfusi sistolik. Pada papiledema kronik, diskus yang hiperemis dan meniggi menjadi putih abu-abu akibat gliosis astrod\sitik dan atrofi saraf disertai kontriksi sekunder pembuluh-pembuluh darah retina. dapat muncul pembuluh darah kolateral optikosiliaris dan eksudat halus atau drusen.2

II.5. Gejala Klinis 1,6
Kebanyakan gejala yang terjadi pada pasien dengan papilledema adalah akibat sekunder dari peningkatan tekanan intrakranial yang mendasarinya.
  • Sakit kepala: sakit kepala akibat peningkatan tekanan intrakranial, yang memburuk ketika bangun tidur, dapat kambuh jika batuk dan jenis manuver valsava lainnya.
  • Mual dan muntah: jika peningkatan tekanan intrakranialnya tinggi, mual dan muntah dapat terjadi. Ini selanjutnya dapat disertai denan kehilangan kesadaran, dilatasi pupil, dan bahkan kematian
  • Gejala Visual seringkali tidak ditemukan, namun gejala-gejala berikut dapat terjadi:
    • Beberapa pasien mengalami gangguan visual transient (adanya pengelihatan memudar keabu-abuan pada penglihatan, terutama ketika bangun dari posisi duduk atau berbaring).
    • Pengelihatan kabur, konstriksi pada lapangan pandang, dan penurunan persepsi warna dapat terjadi.
    • Diplopia dapat terkadang ditemukan jika suatu kelumpuhan saraf ketujuh terjadi.
    • Tajam pengelihatan biasanya tidak terganggu kecuali pada penyakit yang sudah lanjut.
Dapat di jumpai tanda neurologis berupa : Ataxia, hemiparese atau hemiplegia, parese dan paralyse saraf-saraf kranial yaitu : nervus ke V, VI, VII

II.6. Pemeriksaan Fisik 4
  • Riwayat penyakit pasien harus diselidiki, dan pemeriksaan fisik, termasuk tanda vital, harus dilakukan. Terlebih lagi, tekanan darah harus diperiksa untuk menyingkirkan hipertensi maligna.
  • Pasien harus diperiksa akan adanya gangguan neurologis dan penyakit yang berhubungan dengan demam.
  • Tajam pengelihatan, pengelihatan warna, dan pemeriksaan pupil seharusnya normal. Defek relatif aferen pupil biasanya tidak ditemukan. Defisi abduksi sebagai akibat seunder dari kelumpuhan saraf kranialis keenam terkadang dapat ditemukan berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
  • Pemeriksaan fundus dengan dilatasi yang cermat harus dilakukan untuk menemukan tanda-tanda berikut:
  • Manifestasi awal
    • Hiperemia diskus :keadaan ini merupakan tanda yang paling dini dari adanya papiledema. Hal di atasdisebabkan karena dilatasi kapiler, sedangkan bila terdapat dilatasi dan edema bersama-sama maka akan berwarna merah abu-abu.
    • Edema yang kurang jelas pada serabut saraf dapat diidentikasi dengan pemeriksaan slit lamp biomicroscopy yang cermat dan oftalmoskopi langung. Ini seringkali dimulai pada daerah nasal dari diskus. Tanda kunci terjadi ketika edema lapisan serabut saraf mulai menghambat pembuluh darah peripapiler.
    • Batas papil kabur :5,6
Kekaburan dari batas papil ini dimulai pada bagian atas dan bawah, selanjutnya akan menjalar kebagian nasal. Sedang batas papil bagian temporal biasanya masih baik dan paling terakhir menjadi kabur. Akibatnya diameter diskus optikus menjadi lebih besar.
    • Perdarahan kecil pada lapisan serabut saraf dideteksi paling mudah dengan cahaya bebas merah (hijau).Bentuk perdarahannya berupa flame shaped dan punctata/bercak dan disebabkan karena tekanan intra kranial yang meningkat pada peripapillary, dengan letak dari perdarahannya pada lapisan serabut-serabut saraf di sekitar diskus. Bilamana perdarahan di atas terlihat jelas, maka hal ini menunjukkan bahwa papilloedema terjadi sangat cepat dan mendadak.

    • Elevasi papil 5,6
Tinggi elevasi dari papil dapat ditentukan dengan membandingkan pembuluh darah papil yang terlihat jelas dengan melihat terang pembuluh darah retina. Elevasi ini diukur dengan Dioptri (biasanya lebih dari 2 Dioptri). Untuk menghindari akomodasi pemeriksa dianjurkan memakai lensa positif terkuat atau negatif terlemah.
Interpretasinya :
· Pada mata yang phakia/ada lensanya, maka 3 Dioptri sesuai dengan 1,0 mm.
. Pada mata aphakia/tanpa lensa, maka 2 Dioptri sesuai dengan 1,0 mm.
    • Pulsasi vena spontan yang normalnya ditemukan pada 80% individu dapat menghilang ketika tekanan intrakranial meningkat lebih dari 200 mmHg
    • Manifestasi lanjut
    • Jika papilledema terus memburuk, pembengkakkan lapisan serabut saraf akhirnya menutupi batas normal diskus dan diskus secara kasar terlihat terangkat.
    • Terjadi sumbatan vena, dan perdarahan peripapiler menjadi lebih jelas, diikuti dengan eksudat dan cotton-wool spots yang berada di atas atau di sekitar papil. Keadaan ini disebabkan karena pembengkakan dan degenerasi dari serabut-serabut saraf.
    • Retina sensoris peripapiller dapat tumbuh secara konsentris atau, terkadang, membentuk lipatan radial yang dikenal sebagai Paton lines. Lipatan Choroidal juga dapat ditemukan.
    • Manifestasi kronis
    • Jika papilledema menetap selama beberapa bulan, hiperemia diskus perlahan menghilang, memberikan gambaran abu-abu atau pucat pada diskus yang sudah hilang central cup-nya.
    • Seiring dengan waktu, diskus dapat mengembangkan deposit kristalin yang mengkilat (disc pseudodrusen).
II.7 Pemeriksaan Penunjang 4
Pemeriksaan lab:
  • Pemeriksaan darah biasanya tidak membantu dalam diagnosis papilledema. Jika diagnosis meragukan, hitung darah lengkap, gula darah, angiotensin-converting enzyme (ACE), Laju endap darah (LED), dan serologi sifilis dapat membantu dalam menemukan tanda-tanda penyakit infeksi, metabolik, atau peradangan.
Pemeriksaan Pencitraan:
  • Neuroimaging segera (CT scan, MRI) otak dengan kontras harus dilakukan dalam usaha untuk mengidentifikasi adanya lesi massa SSP.
  • B-scan ultrasonography dapat berguna untuk menyingkirkan disc drusen yang tersembunyi.
  • Fluorescence angiography dapat digunakan untuk mebantu menegakkan diagnosis. Papilledema akut menunjukkan peningkatan dilatasi kapiler peripapillar dengan kebocoran lanjut pada kontras.
Pemeriksaan lain:
o Perimetri
  • Lapang pandang harus diperiksa. Umumnya menunjukkan pembesaran titik buta, dan penyempitan yang konsentris lapang penglihatan terutama dalam bentuk dan warna (merah dan hijau).1;5 Jadi yang mula-mula mengalami perubahan adalah lapang pandang yang perifer, baru kemudian sentralnya. Pada edema diksus yang ekstrim, suatu “pseudo“ hemianopsia bitemporal dapat terlihat.
  • Pada papilledema kronis, pembatasan lapang pandang, terutama daerah inferior, secara bertahap dapat terjadi, ang selanjutnya dapat memburuk menjadi kehilangan pengelihatan sentral dan kebutaan total.
  • Fotografi warna
    II.8. Diagnosa banding
  • Papilitis atau Nueritis optica 1,3,7
Biasanya terjadi unilateral. Tajam penglihatan sangat terganggu secara cepat dan berat, adaptasi sinar sangat terganggu/reaksi pupil terganggu, dan elevasi papil kurang dari 3 Dioptri. Blind spot melebar dan terdapat central scotoma. Didapatkan juga mild hyperfluorescein dengan atau tanpa kebocoran.
  • Pseudo papiledema1
Biasanya bilateral dan congenital, tajam penglihatan menurun tapi masih dapat dikoreksi. Seringkali pada hypermetropia dengan elevasi papil mencapai 6 Dioptri. Tidak ditemukan adanya pembengkakan, eksudat dan perdarahan dan tidak ditemukan kebocoran dan perembesan fluorescein diluar papil.Penyebabnya adalah : myelinated nerve fibres, drusen, coloboma dan neoplasma pada diskus optikus.
  • Stereo pada diskus optikus berguna untuk mendokumentasikan perubahan yang terjadi.
II.9. Penatalaksanaan 4,5
Obat-obatan
  • Terapi, baik secara medis ataupun bedah, diarahkan kepada proses patologis yang mendasarinya dan disesuaikan dengan temuan okuler.
  • Terapi spesifik harus diarahkan kepada lesi massa yang mendasarinya jika ditemukan.
  • Diuretik: inhibitor carbonic anhydrase , acetazolamide (Diamox), dapat berguna pada kasus tertentu, terutama pada kasus-kasus hipertensi intrakranial idiopatik. (pada keberadaan trombosis sinus venosus, diuretik dikontraindikasikan. Pada keadaan ini, evaluasi oleh seorang ahli hematologis direkomendasikan.)
  • Penurunan berat badan direkomendasikan pada kasus hipertensi intrakranial idiopatik.
  • Kortikosteroid mungkin efektif dalam kasus yang berkaitan dengan keadaan peradangan (contoh, sarcoidosis).
Pembedahan:
  • Lesi massa yang mendasarinya, jika ada, harus diangkat.
  • Lumboperitoneal shunt atau ventriculoperitoneal shunt dapat digunakan untuk memintas LCS.
  •  Dekompresi selubung saraf optik dapat dilakukan untuk menghindari gejala okuler yang meburuk dalam kasus hipertensi intrakranial idiopatik yang tidak terkontrol dengan obat-obatan. Prosedur ini kemungkinan tidak akan menghilangkan sakit kepala persisten yang terjadi.
Diet:
  • Pembatasan diet dan konsultasi dengan ahli gizi dalam kasus hipertensi intrakranial idiopatik mungkin diperlukan.

II.10. Prognosis 1,5,7
Prognosis dari papilledema sangat tergantung pada penyebabnya. Kebanyakan pasien yang terkena tumor otak metastase prognosisnya sangat buruk; pada penyakit obstruksi ventrikuler dapat dibuat pintasan dengan sukses; pada pasien dengan pseudotumor biasanya dapat diobati dengan cukup baik. Diagnosis papilledema memerlukan pejajakan yang serius sampai keadaan patologi yang paling buruk dapat disingkirkan. Dimana, konsultasi neurologis, bedah saraf, atau neuroradiologis biasanya diperlukan. Namun demikian, setelah masalahnya dapat dikurangi menjadi hanya papilledema saja, ahli penyakit mata dapat menentukan penatalaksanaan sgresif yang terbaik yang perlu dilakukan. Sangat sering terjadi, kebutaan permanen terjadi pada kondisi yang relatif ringan seperti hipertensi intrakranial idiopatik karena kurangnya keterlibatan ahli penyakit mata.

III. KESIMPULAN

  1. Papiledema adalah suatu pembengkakan yang bersifat non-inflamasi dari diskus optikus, yang berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
  2. Penyebab papiledema secara umum diantaranya kenaikan tekanan intrakranial , penyakit-penyakit pada orbita, penyakit-penyakit pada mata seperti glaucoma akut, uveitis dan penyakit-penyakit sistemik seperti hypertensi maligna, blood dyscrasia, anemia, pulmonary insufficiency, dan uremia
  3. Pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosa papiledema diantaranya pemeriksaan Ophtalmoskopi. Pada panderita papiledema akan didapatkan kelainan : HIPEREMIPAPIL , BATAS PAPIL KABUR , ELEVASI PAPIL , PERDARAHAN, EKSUDAT, MACULAR STAR/FAN SHAPED , PEMBENDUNGAN VENA , PULSASI VENA, PHYSIOLOGIC CUP, BILATERAL.
  4. Diagnosa banding papiledema adalah Papilitis dan Pseudopapiledema
  5. Gejala yang dikeluhkan seorang penderita dengan papiledema adalah ringan sekali atau tanpa disertai keluhan sama sekali. Keluhan dapat berupa sakit kepala, muntah-muntah dan gangguan dalam berjalan, gangguan penglihatan yaitu tiba-tiba mata menjadi kabur dan dalam tiga sampai lima detik penderita sudah membaik lagi. Jika proses sudah berjalan lama, maka gangguan penglihatannya sangat berat dan nyata.
  6. Terapi selalu ditujukan pada penyebabnya yaitu dengan menurunkan tekanan intra kranial. Setelahpenyebab papiledema telah dihilangkan, maka papiledema akan mereda dengan batas papil mulai jelas kembali bahkan kadang-kadang tanpa meninggalkan bekas
  7. Papiledema yang telah lama mempunyai prognosa yang jelek bagi penglihatan karena timbulnya penyempitan konsentris dari lapang penglihatan yang progresif. Papiledema dengan elevasi lebih dari 5 Dioptri, disertai dengan perdarahan dan eksudat yang banyak akan memperjelek prognosa penglihatan

DAFTAR PUSTAKA

  1. Diunduh dari: http://www. portalkalbe.com/files/cdk/08papiledema016 diakses tanggal 29 September 2008
  2. VAUGHAN, D : Oftalmologi UmumEdisi Keempat belas , Penerbit Widya Medika, Jakarta : 271-282, 2000.
  3. Ilyas, Sidarta : Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 179-183, 2006
  4. Diunduh dari: http://e-medicine.com /Papilledema diakses tanggal 29 September 2008
  5. Diunduh dari : http://www.zulkiflithamrin. blogspot.com diakses tanggal 25 September 2008
  6. Diunduh dari : http://www.wordpress.com/papilledema diakses tanggal 25 September 2008
  7. Diunduh dari: http://www.eyeweb.org/papilledema diakses tanggal 30 September 2008
  8. Diunduh dari: http://www.institutoalcon.org diakses tanggal 30 September 2008

Reblog : http://blognyauti.blogspot.com/2008/11/i.html

Kamis, 28 November 2013

SINDROMA EKSTRAPIRAMIDAL

BATASAN/DEFINISI
Sistem ekstrapiramidal merupakan jaringan saraf yang terdapat pada otak bagian sistemmotorik yang mempengaruhi koordinasi dari gerakan. Letak dari sistem ekstrapiramidal adalah terutama di formatio reticularis dari pons dan medulla dan di target saraf di medula spinalis yang mengatur refleks, gerakan-gerakan yang kompleks, dan kontrol postur tubuh.
Istilah gejala ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu kelompok atau reaksi yang ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi antipsikotik.Istilah ini mungkin dibuat karena banyak gejala bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet, spasme atau rigitas, tetapi gejala-gejala itu diluar kendali traktus kortikospinal (piramidal). Namun, nama ini agak menyesatkan karena beberapa gejala (contohnya akatisia) kemungkinan sama sekali tidak merupakan masalah motorik. Beberapa gejala ekstrapiramidal dapat ditemukan bersamaan pada seorang pasien dan saling menutupi satu dengan yang lainnya. Gejala Ektrapiramidal merupakan efek samping yang sering terjadi pada pemberian obat antipsikotik. Antipsikotik adalah obat yang digunakan untuk mengobati kelainan psikotik seperti skizofrenia dan gangguan skizoafektif.
ETIOLOGI
Sindroma ekstrapiramidal terjadi akibat pemberian obat antipsikotik yang menyebabkan adanya gangguan keseimbangan antara transmisi asetilkolin dan dopamine pusat. Obat antispikotik dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai berikut :
Antipsikosis
Dosis (mg/hr)
Gej. ekstrapiramidal
Chlorpromazine
Thioridazine
Perphenazine
trifluoperazine
Fluphenazine
Haloperidol
Pimozide
Clozapine
Zotepine
Sulpride
Risperidon
Quetapine
Olanzapine
Aripiprazole
150-1600
100-900
8-48
5-60
5-60
2-100
2-6
25-100
75-100
200-1600
2-9
50-400
10-20
10-20
++
+
+++
+++
+++
++++
++
-
+
+
+
+
+
+
PATOFISIOLOGI
Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum ,globus palidus, inti-inti talamik, nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang otak,serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6 dan area 8. komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain oleh akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang melingkar yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum merupakan penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit tersebut dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari sirkuit striatal utama (principal) dan 3 sirkuit striatal penunjang (aksesori).
Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu (a) hubungan segenap neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus, (b) hubungan korpus striatum/globus palidus dengan thalamus dan (c) hubungan thalamus dengan korteks area 4 dan 6. Data yang tiba diseluruh neokorteks seolah-olah diserahkan kepada korpus striatum/globus paidus/thalamus untuk diproses dan hasil pengolahan itu merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks motorik tambahan. Oleh karena komponen-komponen susunan ekstrapiramidal lainnya menyusun sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit striata utama, maka sirkuit-sirkuit itu disebut sirkuit striatal asesorik. Sirkuit striatal asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan stratum-globus palidus-talamus-striatum. Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah lintasan yang melingkari globus palidus-korpus subtalamikum-globus palidus. Dan akhirnya sirkuit asesorik ke-3, yang dibentuk oleh hubungan yang melingkari striatum-subtansia nigra-striatum.
Umumnya semua neuroleptik menyebabkan beberapa derajat disfungsi ekstrapiramidal dikarenakan inhibisi transimisi dopaminergik di ganglia basalis. Beberapa neuroleptik (contoh haloperidol, fluphenazine) merupaka inhibitor dopamine ganglia basalis yang lebih poten, dan sebagai akibatnya menyebabkan efek samping EPS yang lebih menonjol.

 GEJALA KLINIS
a.    Akut
Efek samping muncul setelah pemakaian obat antipsikotik dalam hitungan hari sampai minggu.
  1. Parkinsonism yang diinduksi obat
Sindrom parkinsonism timbul 1-3 minggu setelah pengobatan awal, lebih sering terjadi pada dewasa muda, dengan perbandingan perempuan:laki-laki = 2:1. Faktor risiko antipsikotik menginduksi parkinsonism adalah peningkatan usia, dosis obat, riwayat parkinsonism sebelumnya, dan kerusakan ganglia basalis.
Manifestasi klinis yaitu gerakan spontan yang menurun (bradikinesia), meningkatkan tonus otot (muscular rigidity) dan resting tremor.
Distonia adalah kontraksi otot yang singkat atau lama, biasanya menyebabkan  gerakan  atau  postur  yang  abnormal,  termasuk  krisis okulorigik, prostrusi lidah, trismus, tortikolis, distonia laring-faring, dan postur distonik pada anggota gerak dan batang tubuh.
Distonia lebih banyak diakibatkan oleh APG I terutama yang mempunyai potensi tinggi, dan umumnya terjadi di awal pengobatan (beberapa jam sampai beberapa hari pengobatan) atau pada peningkatan dosis secara bermakna.
Gejala distonia berupa gerakan distonik yang disebabkan oleh kontraksi atau spasme otot, onset yang tiba-tiba dan terus menerus, hingga terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol. Otot yang paling sering mengalami spasme adalah otot leher (torticolis dan retrocolis), otot rahang (trismus, gaping, grimacing), lidah (protrusion, memuntir) atau spasme pada seluruh otot tubuh (opistotonus). Pada mata terjadi krisis okulogirik. Distonia glosofaringeal yang menyebabkan disartria, disfagia, kesulitan bernapas, hingga sianosis. Spasme otot dan postur yang abnormal, umumnya yang dipengaruhi adalah otot-otot di daerah kepala dan leher, tetapi terkadang juga daerah batang tubuh dan ekstremitas bawah. Distonisa laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian. Sering terjadi pada penderita usia muda (usia belasan atau dua puluhan) dan kebanyakan pada laki-laki.
Kriteria diagnostik dan riset untuk distonia akut akibat neuroleptik menurut DSM- IV adalah sebagai berikut :
Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau batang tubuh yang berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau menaikkan dosis medikasi neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati gejala ekstrapiramidal).
A. Satu (atau lebih) tanda atau gejala berikut yang berkembang berhubungan dengan medikasi neuroleptik :
1)      Posisi abnormal kepala dan leher dalam hubungannya dengan tubuh (misalnya tortikolis)
2)      Spasme otot rahang (trismus, menganga, seringai)
3)      Gangguan menelan (disfagia),  bicara,  atau bernafas  (spasme laring-faring, disfonia)
4)      Penebalan  atau  bicara  cadel  karena  lidah  hipertonik  atau membesar (disartria, makroglosia)
5)      Penonjolan lidah atau disfungsi lidah
6)      Mata deviasi ke atas, ke bawah, ke arah samping (krisis okulorigik)
7)      Posisi abnormal anggota gerak distal atau batang tubuh
B. Tanda atau gejala dalam kriteria A berkembang dalam tujuh hari setelah memulai atau dengan cepat menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati (atau mencegah) gejala ekstrapiramidal akut (misalnya obat antikolinergik)
C. Gejala dalam kriteria A tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental (misalnya gejala katatonik pada skizofrenia). Tanda-tanda bahwa gejala lebih baik diterangkan oleh gangguan mental dapat berupa berikut : gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik atau tidak sesuai dengan pola intervensi farmakologis (misalnya tidak ada perbaikan setelah menurunkan neuroleptik atau pemberian antikolinergik)
D. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi neurologis atau medis umum. Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena kondisi medis umum dapat berupa berikut : gejala mendahului  pemaparan  dengan  medikasi  neuroleptik,  terdapat tanda neurologis fokal yang tidak dapat diterangkan, atau gejala berkembang tanpa adanya perubahan medikasi.
3. Akatisia
Merupakan bentuk yang paling sering dari sindroma ekstrapiramidal yang diinduksi oleh obat antipsikotik. Manifestasi klinis berupa perasaan subjektif kegelisahan (restlessness) yang panjang, dengan gerakan yang gelisah, umumnya kaki yang tidak bisa tenang. Penderita dengan akatisia berat tidak mampu untuk duduk tenang, perasaannya menjadi cemas atau iritabel. Akatisia terkadang sulit dinilai dan sering salah diagnosis dengan ansietas atau agitasi dari pasien psikotik, yang disebabkan dosis antipsikotik yang kurang.
b.   Kronik (late)
    1. Tardive dyskinesia
Terjadi setelah menggunakan antipsikotik minimal selama 3 bulan atau setelah pemakaian antipsikotik dihentikan selama 4 minggu untuk oral dan 8 minggu untuk injeksi depot, maupun setelah pemakaian dalam jangka waktu yang lama (umumnya setelah 6 bulan atau lebih). Penderita yang menggunakan APG I dalam jangka waktu yang lama sekitar 20-30% akan berkembang menjadi tardive dyskinesia. Seluruh APG I dihubungkan dengan risiko tardive dyskinesia.
Umumnya berupa gerakan involunter dari mulut, lidah, batang tubuh, dan ekstremitas yang abnormal dan konsisten. Gerakan oral-facial meliputi mengecap-ngecap bibir (lip smacking), menghisap (sucking), dan mengerutkan bibir (puckering) atau seperti facial grimacing. Gerakan lain meliputi gerakan irregular dari limbs, terutama gerakan lambat seperti koreoatetoid dari jari tangan dan kaki, gerakan menggeliat dari batang tubuh.
2. Tardive distonia
Ini merupakan tipe kedua yang paling sering dari sindroma tardive. Gerakan distonik adalah lambat, berubah terus menerus, dan involunter serta mempengaruhi daerah tungkai dan lengan, batang tubuh, leher (contoh torticolis, spasmodic disfonia) atau wajah (contohmeige’s syndrome). Tidak mirip benar dengan distonia akut.
3. Tardive akatisia
Mirip dengan bentuk akatisia akut tetapi berbeda dalam respons terapi dengan menggunakan antikolinergik. Pada tardive akatisia pemberian antikolinergik memperberat keluhan yang telah ada.
 4. Tardive tics
Sindroma tics multiple, rentang dari motorik tic ringan sampai kompleks dengan involuntary vocazations (tardive gilles de la tourette’s syndrome).
5. Tardive myoclonus
Singkat, tidak stereotipik, umumnya otot rahang tidak sinkron. Gangguan ini jarang dijumpai.

PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
Pemeriksaan yang dapat dilakukan di antaranya adalah pemeriksaan fisik neurologis.
Pemeriksaan laboratorium tergantung pada tampilan klinis. Pasien dengan distonia simplek tidak membutuhkan tes. Pemeriksaan kualitatif untuk mendeteksi adanya antipsikotik tidak tersedia secara luas. Selain itu, kandungan obat dalam serum untuk tranquilizer mayor tidak berkorelasi dengan baik dengan keparahan klinis dari overdosis dan tidak bermanfaat pada pengobatan akut. Pemeriksaan rutin elektrolit, nitrogen urea darah, kreatinin darah, glukosa darah, dan bikarbonat bermanfaat dalam menilai status hidrasi, fungsi ginjal, status asam basa, dan termasuk hipoglikemi sebagai penyebab kelainan sensorium.
Kontraksi otot yang terus menerus sering menyebabkan perusakan otot yang terlihat dari pningkatan potassium, asam urat, dan keratin kinase-MM. Perusakan otot juga menghasilkan myoglobin yang diserap oleh ginjal, sehingga menyebabkan disfungsi tubulus ginjal. Dehidrasi memperburuk penyerapan ini. Pada myoglobinuria, urin menjadi berwarna cokelat gelap.

DIAGNOSIS BANDING
  • Sindroma putus obat
  • Parkinson Disease
  • Distonia primer
  • Tetanus
  • Gangguan gerak ekstrapiramidal primer

PENYULIT
  • Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu sehingga menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas.
  • Pada distonia laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian.
  • Gangguan gerak saat berjalan dapat menyebabkan penderita terjatuh dan mengalami fraktur.


PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang akut masih baik bila gejala langsung dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada EPS yang kronik lebih buruk. Pasien dengan tardive distonia sangat buruk. Sekali terkena, kondisi ini biasanya menetap pada pasien yang mendapat pengobatan neuroleptik selama lebih dari 10 tahun.

PENATALAKSANAAN
Mulai dengan penurunan dosis antipsikotik, kemudian pasien diterapi dengan trihexyphenidil (THP) atau antikolinergik lainnya, 4-6mg per hari selama 4-6 minggu. Setelah itu dosis diturunkan secara perlahan-lahan, yaitu 2 mg setiap minggu, untuk melihat apakah pasien telah mengembangkan suatu toleransi terhadap efek samping EPS. Dosis antipsikotik diturunkan hingga mencapai dosis minimal yang efektif. Pedoman penatalaksanaan adalah sebagai berikut:
  1. Gejala ekstrapiramidal dapat sangat menekan sehingga banyak ahli menganjurkan terapi profilaktik. Gejala ini penting terutama pada pasien dengan riwayat EPS atau para pasien yang mendapat neuroleptik poten dosis tinggi.
  2. Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat menyebabkan komplians yang buruk. Antikolinergik umumnya menyebabkan mulut kering, penglihatan kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine. Amantadin dapat mengeksaserbasi gejala psikotik.
  3. Umumnya disarankan bahwa suatu usaha dilakukan setiap enam bulan untuk menarik medikasi anti-EPS pasien dengan pengawasan seksama terhadap kembalinya gejala.
Antikolinergik merupakan terapi distonia akut bentuk primer dan praterapi dengan salah satu obat-obat ini biasanya mencegah terjadinya penyakit. Paduan obat yang umum meliputi benztropin (Congentin) 0,5-2 mg 2xsehari (BID) sampai 3x sehari (TID) atau triheksiphenidil (Artane) 2-5 mg TID. Benztropin mungkin lebih efektif daripada triheksiphenidil pada pengobatan distonia akut dan pada beberapa penyalah guna obat triheksiphenidil karena “rasa melayang” yang mereka dapat daripadanya. Seorang pasien yang ditemukan dengan distonia akut berat harus diobati dengan cepat dan secara agresif. Bila dilakukan jalur intravena (IV) dapat diberikan benztropin 1 mg dengan dorongan IV. Umumnya lebih praktis untuk memberikan difenhidramin (Benadryl) 50 mg intramuskuler (IM) atau bila obat ini tidak tersedia gunakan benztropin 2 mg IM. Remisi ADR dramatis terjadi dalam waktu 5 menit.
Pengobatan akatisia mungkin sangat sulit dan sering kali memerlukan banyak eksperimen. Agen yang paling umum dipakai adalah antikolinergik dan amantadin (Symmetrel); obat ini dapat juga dipakai bersama. Penelitian terakhir bahwa propanolol (Inderal) sangat efektif dan benzodiazepine, khususnya klonazepam (klonopin) dan lorazepam (Ativan) mungkin sangat membantu.
Pengobatan sindrom Parkinson terinduksi neuroleptik terdiri atas agen antikolinergik. Amantadin juga sering digunakan. Levodopa yang dipakai pada pengobatan penyakit Parkinson idiopatik umumnya tidak efektif akibat efek sampingnya yang berat. Benzodiazepine dapat mengurangi pergerakan involunter pada banyak pasien, kemungkinan melalui mekanisme asam gamma-aminobutirat-ergik. Pengurangan dosis umumnya merupakan perjalanan kerja terbaik bagi pasien yang tampaknya mengalami diskinesia tardive tetapi masih memerlukan pengobatan.